MENYONGSONG ERA BARU KEPEMIMPINAN NASIONAL
momento_net@yahoo.com
Menurut
kenyataan secara statistic, matematis, bahwa hasil pemilihan presiden tahun ini
adalah 52 % memilih presiden terpilih, dan 48 % memilih rivalnya. Di antara
keduanya ada 30 % yang tidak memilih keduanya. Sebagai konsekwensi logis
demokrasi yang menjadi panutan bangsa ini, bahwa suara yang terbanyak itulah
yang akan menjadi presiden. Secara empiris, boleh saja orang tidak senang,
boleh saja merasa kurang puas, tetapi teoritis politis, harus kita terima.
Bahkan secara etika dalam berbangsa dan bernegara, harus lapang dada, dingin
kepada untuk menerima pemimpin yang mungkin bukan pilihan kita.
Oleh
karena itu, saya menghimbau kepada seluruh bangsa Indonesia, apapun agamanya,
apapun partainya, siapapun pilihannya, mari kita turunkan tensi ketegangan politik
yang baru saja selesai, dengan melapangkan dada, mendinginka kepala, menerima
kenyataan, bahwa presiden kita adalah yang InsyaAllah akan dilantik pada
tanggal 20 Oktober 2014 nanti. Kita dukung apapun kebijakan politiknya, jika
itu mengarah kepada kemaslahatan umat, dan tentu kita koreksi, jika
kebijakannya menyimpang dari kepentingan umat. Untuk mewujudkan bangsa
sejahtera,yang harus diperhatikan adalah sbb:
Pertama, teladan pemimpin. Secara spiritual, saya sudah lama bermimpi, memimpikan mempunyai pemimpin yang isterinya shalihah. Sebagai muslim, tentu bisa menyadari, bahwa wanita shalihah itu, minimal dari aspek dhohir (lahir)nya, aspek penampilannya adalah menutup aurat. Kalau tampilan dhohirnya tidak menutup aurat, maka akan sulit disebut sholihah. Karena dari aspek dhohir itu dia tidak taat kepada Allah.
Pertama, teladan pemimpin. Secara spiritual, saya sudah lama bermimpi, memimpikan mempunyai pemimpin yang isterinya shalihah. Sebagai muslim, tentu bisa menyadari, bahwa wanita shalihah itu, minimal dari aspek dhohir (lahir)nya, aspek penampilannya adalah menutup aurat. Kalau tampilan dhohirnya tidak menutup aurat, maka akan sulit disebut sholihah. Karena dari aspek dhohir itu dia tidak taat kepada Allah.
Saya
memperhatikan, sejak negeri ini merdeka, kita belum pernah mempunyai presiden
seperti itu, kecuali sekali saja setengah periode, yakni Gus Dur, isterinya
berkerudung, itupun bukan jilbab yang didukung oleh mayoritas ulama’, tetapi
setidaknya ciri khas kemuslimahan sudah dipenuhi.
Padahal
kalau kita bicara tentang aurat wanita, dalam perspektif empat madhab, Imam
Hanafi dan Imam Malik, aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan
telapak tangan. Kemudian Abu Hanifah mengecualikan telapak kaki. Imam Syafi’i
dan Imam Ahmad bin Hambal, berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Oleh karena itu, kalau tidak memenuhi dari empat madhab ini. misalnya mengikuti
pendapat Abu Hanifah, yang mengecualikan telapak kaki dan muka, maka wanita
yang membuka rambutnya, jelas dia telah membuka aurat, dan jelas tidak
sholihah.
Saya amat
yakin, bahwa Bangsa Indonesia ini belum akan nyaman, belum akan sejahtera,
damai, jika pemimpinnya tidak sholih dan sholihah. Dan salah satu tanda seorang
wanita sholihah adalah isteri yang taat kepada ajaran agamanya. Sejak dulu saya
berharap dan menyampaikan ini, tetapi justeru para isteri menteri-menteri yang
ada sekarang menggunakan rambut buatan (konde). Untuk itu, melalui mimbar ini,
pimpinan di negeri ini, baik di tingkat pusat, maupun daerah, kalau ingin
negeri ini damai, sejahtera, karena mayoritas penduduk negeri ini muslim, maka
pemimpinnya seharusnya muslim dan muslimah yang taat kepada Allah SWT.
Kedua,
Penerapan Hukum. Negeri ini bukan negara Islam. Bisa disebut negara Pancasila,
bisa disebut NKRI, atau apa saja yang telah disepakati. Kita sebagai muslim,
yang mayoritas di negeri ini, adalah hak demokrasi kita untuk memperjuangkan
hukum-hukum Allah berlaku di negeri ini. Menurut saya, amat naïf jika ada orang
yang mengaku Islam, tetapi tidak bangga dengan hukum Islam. Bagaimana alasan
kita di hadapan Allah SWT, jika kita mengatakan muslim tetapi tidak mau
memperjuangkan hukum Allah berlaku di negeri ini. Soal bagaimana nanti, tetapi
yang terpenting sekarang adalah hukum Allah kita perjuangkan. Kalau toh di
antara kita takut akan nama Syariat Islam, tidak harus menggunakan nama itu,
tetapi substansi, hukum Allah harus diamalkan dan diterapkan di negeri ini.
Negeri kita ini memang amat lucu, dijajah Belanda selama 350 tahun, kemudian
berjuang hidup mati, korban puluhan ribu, setelah merdeka, kok malah justeru
hukum Belanda digunakan dan dilestarikan oleh generasi penikmat kemerdekaan
negeri ini.
Ketiga,
Perbaikan Akhlak. Presiden Jokowi dan wapres Jusuf Kalla, dalam janji sebelum
menjadi presiden mereka ingin Indonesia ke depan ada revolusi mental. Sejarah
kekuasaan kemanusiaan, bahwa runtuhnya kekuasaan, hancurnya suatu negeri adalah
karena moralitas. Oleh karena itu, penyair Ahmad Syaukie membuat syair:
“Sungguh eksistensi bangsa itu tergantung akhlaknya, jika akhlaknya hancur,
hancur pulalah bangsa itu”. Bahkan Rasulullah SAW bersabda terkait dengan
akhlak tersebut : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
baik.”
Kita
ketahui, bahwa kondisi masjid saat ini sangat ramai, pengajian juga penuh
pengunjung, yang punya title haji puluhan ribu, tetapi korupsi, kejahatan,
pelacuran, dan segala macam penyimpangan masih banyak. Mengapa? Karena
permasalahan akhlak.
Semoga bermanfaat, salam silaturrahmi
No comments:
Post a Comment