Friday, 27 February 2015

MENYONGSONG ERA BARU KEPEMIMPINAN NASIONAL

MENYONGSONG ERA BARU KEPEMIMPINAN NASIONAL
momento_net@yahoo.com


Menurut kenyataan secara statistic, matematis, bahwa hasil pemilihan presiden tahun ini adalah 52 % memilih presiden terpilih, dan 48 % memilih rivalnya. Di antara keduanya ada 30 % yang tidak memilih keduanya. Sebagai konsekwensi logis demokrasi yang menjadi panutan bangsa ini, bahwa suara yang terbanyak itulah yang akan menjadi presiden. Secara empiris, boleh saja orang tidak senang, boleh saja merasa kurang puas, tetapi teoritis politis, harus kita terima. Bahkan secara etika dalam berbangsa dan bernegara, harus lapang dada, dingin kepada untuk menerima pemimpin yang mungkin bukan pilihan kita. 
Oleh karena itu, saya menghimbau kepada seluruh bangsa Indonesia, apapun agamanya, apapun partainya, siapapun pilihannya, mari kita turunkan tensi ketegangan politik yang baru saja selesai, dengan melapangkan dada, mendinginka kepala, menerima kenyataan, bahwa presiden kita adalah yang InsyaAllah akan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 nanti. Kita dukung apapun kebijakan politiknya, jika itu mengarah kepada kemaslahatan umat, dan tentu kita koreksi, jika kebijakannya menyimpang dari kepentingan umat. Untuk mewujudkan bangsa sejahtera,yang harus diperhatikan adalah sbb: 

Pertama, teladan pemimpin. Secara spiritual, saya sudah lama bermimpi, memimpikan mempunyai pemimpin yang isterinya shalihah. Sebagai muslim, tentu bisa menyadari, bahwa wanita shalihah itu, minimal dari aspek dhohir (lahir)nya, aspek penampilannya adalah menutup aurat. Kalau tampilan dhohirnya tidak menutup aurat, maka akan sulit disebut sholihah. Karena dari aspek dhohir itu dia tidak taat kepada Allah. 
Saya memperhatikan, sejak negeri ini merdeka, kita belum pernah mempunyai presiden seperti itu, kecuali sekali saja setengah periode, yakni Gus Dur, isterinya berkerudung, itupun bukan jilbab yang didukung oleh mayoritas ulama’, tetapi setidaknya ciri khas kemuslimahan sudah dipenuhi. 
Padahal kalau kita bicara tentang aurat wanita, dalam perspektif empat madhab, Imam Hanafi dan Imam Malik, aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan telapak tangan. Kemudian Abu Hanifah mengecualikan telapak kaki. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal, berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Oleh karena itu, kalau tidak memenuhi dari empat madhab ini. misalnya mengikuti pendapat Abu Hanifah, yang mengecualikan telapak kaki dan muka, maka wanita yang membuka rambutnya, jelas dia telah membuka aurat, dan jelas tidak sholihah. 
Saya amat yakin, bahwa Bangsa Indonesia ini belum akan nyaman, belum akan sejahtera, damai, jika pemimpinnya tidak sholih dan sholihah. Dan salah satu tanda seorang wanita sholihah adalah isteri yang taat kepada ajaran agamanya. Sejak dulu saya berharap dan menyampaikan ini, tetapi justeru para isteri menteri-menteri yang ada sekarang menggunakan rambut buatan (konde). Untuk itu, melalui mimbar ini, pimpinan di negeri ini, baik di tingkat pusat, maupun daerah, kalau ingin negeri ini damai, sejahtera, karena mayoritas penduduk negeri ini muslim, maka pemimpinnya seharusnya muslim dan muslimah yang taat kepada Allah SWT. 
Kedua, Penerapan Hukum. Negeri ini bukan negara Islam. Bisa disebut negara Pancasila, bisa disebut NKRI, atau apa saja yang telah disepakati. Kita sebagai muslim, yang mayoritas di negeri ini, adalah hak demokrasi kita untuk memperjuangkan hukum-hukum Allah berlaku di negeri ini. Menurut saya, amat naïf jika ada orang yang mengaku Islam, tetapi tidak bangga dengan hukum Islam. Bagaimana alasan kita di hadapan Allah SWT, jika kita mengatakan muslim tetapi tidak mau memperjuangkan hukum Allah berlaku di negeri ini. Soal bagaimana nanti, tetapi yang terpenting sekarang adalah hukum Allah kita perjuangkan. Kalau toh di antara kita takut akan nama Syariat Islam, tidak harus menggunakan nama itu, tetapi substansi, hukum Allah harus diamalkan dan diterapkan di negeri ini. Negeri kita ini memang amat lucu, dijajah Belanda selama 350 tahun, kemudian berjuang hidup mati, korban puluhan ribu, setelah merdeka, kok malah justeru hukum Belanda digunakan dan dilestarikan oleh generasi penikmat kemerdekaan negeri ini. 
Ketiga, Perbaikan Akhlak. Presiden Jokowi dan wapres Jusuf Kalla, dalam janji sebelum menjadi presiden mereka ingin Indonesia ke depan ada revolusi mental. Sejarah kekuasaan kemanusiaan, bahwa runtuhnya kekuasaan, hancurnya suatu negeri adalah karena moralitas. Oleh karena itu, penyair Ahmad Syaukie membuat syair: “Sungguh eksistensi bangsa itu tergantung akhlaknya, jika akhlaknya hancur, hancur pulalah bangsa itu”. Bahkan Rasulullah SAW bersabda terkait dengan akhlak tersebut : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” 
Kita ketahui, bahwa kondisi masjid saat ini sangat ramai, pengajian juga penuh pengunjung, yang punya title haji puluhan ribu, tetapi korupsi, kejahatan, pelacuran, dan segala macam penyimpangan masih banyak. Mengapa? Karena permasalahan akhlak. 
Semoga bermanfaat, salam silaturrahmi


No comments:

Post a Comment