Momento_net@yahoo.com
Di antara rahmat Allah yang
diturunkan kepada umat manusia adalah kehadiran Rasulullah SAW yang membawa
rahmat bagi alam semesta. Untuk itu, kita harus pandai-pandai mensyukuri
kehadiran beliau. Rasulullah SAW adalah figur uswatun hasanah, teladan yang
agung dalam segala aspek kehidupan manusia. Penobatan Rasulullah SAW sebagai
teladan umat telah dijelaskan dalam Al Quran surah Al Ahzab : 21. Tetapi tidak
semua menerima Rasulullah SAW sebagai teladan dan panutan dalam perilaku
kehidupannya. Meski manusia diberi berbagai potensi oleh Allah SWT. (lihat QS
An Nahl : 78).
Potensi ini tidak semua orang
mendapatkannya. Al Quran sudah menjelaskan yang begitu jelas dan gamblang. Muhammad,Rasulullah SAW menjelaskan apa yang menjadi kepentingan manusia dalam hidup di
dunia ini, di samping untuk beribadah, manusia dituntut untuk memperankan diri
sebagai khalifatullah fil ard (pemimpin di atas bumi). Kehidupan manusia tidak
hanya berhenti di dunia saja, tetapi akan berlanjut di kehidupan yang kekal
yakni akhirat. Kalau manusia hanya mengandalkan potensi akal fikiran dan
kemampuannya, tanpa menteladani Rasulullah SAW, tentu akan tersesat, karena
akal dan fikirannya terbatas. Hanya orang-orang yang sadar, orang yang mau
beriman kepada Allah, mendambakan rahmat dan ridhoNya, mendambakan surga dengan
berbagai kenikmatannya, serta meyakini kehidupan akhirat dan dalam senantiasa
dzikrullah (mengingat Allah), inilah orang yang mau meneladani Rasulullah SAW.
Salah satu contoh, barangkali dapat kita ingat kembali, bahwa orang yang angkuh, sombong, hanya mengandalkan pemikiran, tidak mau mengikuti aturan dan petunjuk Allah SWT. Kasus yang terjadi di negara Belanda. Seorang professor yang memiliki kecerdasan, semangat kerja yang luar biasa. Setiap melakukan penelitian beliau selalu berhasil. Karena keberhasilan selalu dia raih, muncullah virus kesombongan pada dirinya. Dia berpendapat bahwa tidak ada satu pun persoalan hidup di dunia ini yang tidak bisa diatasi oleh kemampuan penelitian dan pemikirannya. Suatu ketika sang professor mendapat ujian, mempunyai seorang anak yang sudah saatnya menerima pendidikan. Namun sang anak tidak bisa menerima pelajaran tersebut. Maka, didatangkanlah pengajar-pengajar khusus untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Namun, tetap saja anak tersebut tidak mampu mencerna ilmu yang diajarkan. Sang professor ini mulai gusar. Lalu diperiksakan anak tersebut kepada para ahli, dan hasilnya ternyata tidak ada satu penyakitpun, artinya anak tersebut normal secara fisik. Pertanyaannya, mengapa sang anak ini tidak bisa menerima pengetahuan. Ujung-ujungnya sang professor ini tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. Dan akhir cerita sang professor ini mati bunuh diri, setelah membunuh anaknya tersebut, dengan harapan barangkali setelah mati persoalannya bisa diselesaikan.
Salah satu contoh, barangkali dapat kita ingat kembali, bahwa orang yang angkuh, sombong, hanya mengandalkan pemikiran, tidak mau mengikuti aturan dan petunjuk Allah SWT. Kasus yang terjadi di negara Belanda. Seorang professor yang memiliki kecerdasan, semangat kerja yang luar biasa. Setiap melakukan penelitian beliau selalu berhasil. Karena keberhasilan selalu dia raih, muncullah virus kesombongan pada dirinya. Dia berpendapat bahwa tidak ada satu pun persoalan hidup di dunia ini yang tidak bisa diatasi oleh kemampuan penelitian dan pemikirannya. Suatu ketika sang professor mendapat ujian, mempunyai seorang anak yang sudah saatnya menerima pendidikan. Namun sang anak tidak bisa menerima pelajaran tersebut. Maka, didatangkanlah pengajar-pengajar khusus untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Namun, tetap saja anak tersebut tidak mampu mencerna ilmu yang diajarkan. Sang professor ini mulai gusar. Lalu diperiksakan anak tersebut kepada para ahli, dan hasilnya ternyata tidak ada satu penyakitpun, artinya anak tersebut normal secara fisik. Pertanyaannya, mengapa sang anak ini tidak bisa menerima pengetahuan. Ujung-ujungnya sang professor ini tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. Dan akhir cerita sang professor ini mati bunuh diri, setelah membunuh anaknya tersebut, dengan harapan barangkali setelah mati persoalannya bisa diselesaikan.
Beginilah gambaran jikalau
manusia dalam menjalani hidupnya menolak petunjuk dan aturan Allah, tidak mau
menerima teladan yang disampaikan melalui Rasulullah SAW. Sebagai perbandingan,
bagaimana sikap Rasulullah SAW ketika pamandanya Abu Tholib, dalam keadaan
kritis, beliau segera datang menjumpainya. Karena pamannya yang satu ini pernah
memelihara, melindungi dan jasanya sangat besar terhadap Rasulullah SAW. Karena
itu Rasulullah SAW ingin menyadarkan agar pamannya mau masuk Islam. Begitu
menjumpai pamannya dalam keadaan kritis, beliau merangkul dan menuntunnya :yaa
‘ammii qul laa ilaaha illallah, kalimatan wahajjalaka biha ilallah. (wahai
pamanku, ucapkanlah kalimat laailaahaillallah, karena dengan kalimat ini aku
bisa membela engkau di hadapan Allah SWT). Namun dua tokoh yang masih memegang
agama nenek moyangnya menghalanginya, Ya Abu Thalib, atarghobuu an millati
abiikum? (Hai Abu Tholib, apakah kamu akan meninggalkan agama nenek moyang
kami?). Rasulullah SAW mengulangi lagi, hingga tiga kali, tetapi Abu Tholib
tidak bisa mengucapkan laailaahaillallah. Namun, karena amat besar jasanya
terhadap Rasulullah SAW, maka beliau memohon kepada Allah SWT untuk benrkenan
mengampuni pamannya ini. saastaghfironn anka maa lam unha (sungguh aku akan
memintakan ampun atas dosa-dosamu kepada Allah, selama Allah tidak melarang
aku). Jadi untuk berdoa saja, Rasulullah sangat berhati-hati, tanpa ada
petunjuk Allah, maka tidak akan dilakukan. Dan ternyata turunlah firman Allah,
yang intinya melarang Rasulullah SAW memintakan ampun terhadap pamannya yang
masih dalam keadaan musyrik. (lihat QS At Taubah : 113).
Di sisi lain, sebagai manusia
biasa Rasulullah SAW kecewa, karena pamannya yang telah berjasa, melindungi,
menyaksikan bagaimana perjuangannya, menyaksikan bagaimana perkembangan Islam,
namun tidak memperoleh hidayah Allah SWT. Maka turunlah ayat Al Qur’an untuk
membesarkan hati Rasulullah SAW ( lihat QS Al Qoshosh : 56).
Para Rasul, Kiai, Ustadz, juru
dakwah, dan semua umat Islam tugasnya hanya menyampaikan apa yang harus
disampaikan, sedang yang memberi hidayah (petunjuk) adalah Allah SWT. Dia yang
Maha Tahu siapa yang berhak memperolah hidayah. Karena itu, kita bersyukur ke
hadirat Allah SWT meski tempat kita jauh dan zaman kita jauh dari Rasulullah
SAW, namun Allah membuka hati kita, menerima hidayah Islam, dan inilah nikmat
yang luar biasa agungnya.
No comments:
Post a Comment